Solusi Terbaik Menyelesaikan Sengketa Tanah Masyarakat di Kecamatan Sirandorung dan Manduamas dengan Pihak PT Nauli Sawit
(SIB)
Sejak berdiri tahun 2004, PT Nauli Sawit sudah menanami lahan seluas 1.700 Ha di Kecamatan Sirandorung, 1.600 Ha di Kebun Saragih dan 200 Ha Kebun Pulo Pane Kabupaten Tapanuli Tengah. Dulunya ribuan hektare lahan adalah rawa-rawa yang dalam, hutan belantara dan sangat tidak produktif, batas-batas tidak jelas, sekarang sudah menjadi hamparan luas pohon kelapa sawit. Kehadiran PT. Nauli Sawit membawa angin perubahan, peningkatan perkapita, pengurangan pengangguran, dimana 90 % penduduk setempatlah tenaga kerja di perusahaan tersebut, serta perkembangan-perkembangan lainnya.
Siapa sangka di balik semua itu, PT Nauli Sawit menyimpan segudang masalah, bak benang kusut, basah lagi. Sudah 3 tahun berjalan, masalah tidak pernah selesai dan tidak ada yang mampu menyelesaikannya, atau memang tidak mau menyelesaikannya. Aksi demo terus menghantui perusahaan, kunjungan DPRD Propinsi ke Nauli Sawit (13/7), seperti Abdul Hasan Harahap, Ir Sahat H Situmorang, anggota DPRD Tap.Teng Ir Hermansyah Siambaton, juga tidak dapat menyelesaikan masalah. Penyampaian aspirasi oleh pengunjuk rasa berjalan aman dan tertib, aspirasi demi aspirasi oleh anggota DPRD dapat dijawab dengan baik. Anggota DPRD Propinsi Ir Sahat H Situmorang, menjawab pertanyaan wartawan, upaya apa yang harus dilakukan pemerintah daerah dalam menyelesaikan masalah ini, menganjurkan, supaya pimpinan daerah turun ke lapangan, mengundang masyarakat, duduk bersama untuk mencari jalan keluar. Ia juga mengharapkan, petugas-petugas kecamatan maupun desa, harus mempertanggung jawabkan kalau ada berspekulasi masalah lahan masyarakat.
Tim Pencari fakta yang tergabung dalam Gempar (Gerakan Penyuara Keadilan dan Kebenaran) menjelaskan kepada SIB melalui Kordinator, Edianto S di Barus (3/9), berdasarkan penemuan-penemuan di lapangan selama 3 bulan, bahwa permasalahan yang ada di Kecamatan Sirandorung adalah, pada saat pesta pembauran PT Nauli Sawit dengan Masyarakat Siambaton Napa (Kec. Andam Dewi, Sirandorung, Manduamas) banyak pemilik tanah tidak hadir (yang hadir pada pembauran lebih banyak yang tidak punya lahan), Tokoh Masyarakat Siambaton Napa yang diangkat tidak tepat, Setifikat atau surat keterangan yang dimiliki sipemilik lahan banyak yang ditarik BPN melalui kepala desa (surat kepemilikan tanah yang ada tidak berlaku lagi), dikeluarkan Surat SPHGR oleh camat dengan kepala desa (dengan alasan surat keterangan kepemilikan tanah yang ada tidak berlaku, hal ini memberi peluang besar untuk berspekulasi), sistem pembayaran yang tidak transparan (banyak potongan, ada harga lahan Rp. 35.000-700.000).
Sedangkan di Kecamatan Manduamas, permasalahan yang ada antara lain, tumpang tindihnya lahan TPT, TSM (Transmigran Mandiri) dan lahan TU (Trans Umum) di lahan yang sama, banyak juga anggota TSM tidak keluar kartu sebagai tanda kepemilikan tanah, padahal sudah memiliki sertifikat sebagai anggota trasmigran.
Salah seorang warga transmigran di Desa Sarmanauli Kecamatan Manduamas, E Sihotang kepada team mengatakan, “sertifikat tanah transmigran yang asli masih di tangannya, pihak Nauli Sawit sudah menanami lahan tersebut”. Menanggapi masalah ini, Manager PT Nauli Sawit Nanjur Pak Nasution di kantornya (24/8) mengatakan kepada team, sudah membayar semua lahan transmigran, dan dia heran kenapa masih ada sertifikat di tangan warga. Dalam hal pembayaran pihak perusahaan menyerahkannya ke Kordinator Desa (Kordes) sebagai team dalam menyelesaikan jual-beli lahan masyarakat.
Seorang tokoh masyarakat Siambaton Napa Mayor Tumanggor, kepada wartawan mengatakan, sebelum pelaksanaaan pesta pembauran, petugas kecamatan waktu itu datang membawa kertas kosong (blanko kosong) untuk ditandatangani. “Memang sempat saya pertanyakan, untuk apa blanko kosong itu saya tanda tangani. Petugas tersebut menjawab, “udalah tanda tangani saja, nanti juga tau”. Ternyata tanda tangan tersebut dipergunakan untuk membuat surat persetujuan menerima PT Nauli Sawit, mereka (Camat dan Kepdes tidak mau transparan)”, sebutnya.
Lebih lanjut, Muslim Hasugian (Wkl. DPD HPP 45), mengatakan, PT Nauli Sawit belum melaksanakan adat, karena apa yang mereka laksanakan pada pesta pembauran tidak tepat. “Kami selaku penduduk asli Siambaton Napa tidak hadir pada pesta pembauran dan kami tidak dihormati. Memang PT Nauli Sawit tidak salah, pemerintahlah yang salah, terlalu percaya pada seseorang dalam pelaksanaan, merancang pesta pembauran”, sebutnya.
Sedangkan warga Lorong SP III Kec. Sirandorung, Mas Edy menambahkan, pada saat pesta pembauran undangan tidak sampai kepada mereka, padahal lahan warga mereka yang banyak di lokasi perusahaan sekarang yaitu warga transmigran. Informasi juga didapat dari Marga Simbolon (Desa Laebingke), bahwa Surat Tanahnya waktu itu diserahkan kepada Kepala Desa Bajamas, namun sampai sekarang belum mendapatkan ganti rugi terhadap lahan saya, tegasnya.
Gempar menyampaikan, solusi terbaik menyelesaikan permasalahan lahan PT Nauli Sawit dengan masyarakat Siambaton Napa adalah, pemerintah dalam hal ini bupati, camat dan aparat-aparat desa, duduk bersama, dialog dengan masyarakat. Pemerintah harus berani turun langsung dan berjiwa besar mengakui kesalahan-kesalahannya, mencari jalan keluar serta melaksanakannya, jangan hanya berjanji dan berjanji, toh rakyat adalah keluarganya sendiri.
Hal ini juga ditambahkan Viktor Sigalingging (Ketua Parna Siambaton Napa), untuk memperbaiki semuanya, harus dilaksanakan berupa syukuran sederhana kembali, memperbaiki hubungan dengan tokoh-tokoh masyarakat yang sebenarnya, bukan yang ditokohkan. Sebagai tokoh masyarakat harus diakui masyarakat, bukan karena hubungan baik dengan bupati atau orang kaya. Sebab masalah ini harus segera diselesaikan untuk memberi kesan baik kepada insvestor, terangnya.
Menanggapi adanya gejolak dari beberapa warga Siambaton Napa, yang mengklaim tanah mereka, PT. Nauli Sawit tidak ada menyerobot atau merampas tanah warga, perusahaan memiliki bukti Surat Ganti Rugi yang sah. Kehadiran PT. Nauli Sawit adalah untuk meningkatkan tarap hidup masyarakat, tambahnya. Termasuk keberadaan PT. Nauli Sawit jelas akan meningkatkan perekonomian masyarakat dan PAD Tap.Teng. Didampingi Bapak Suprapto (Manager PT. Nauli Sawit Sirandorung), Saparuddin Matondang (Manager Kebun Saragih), dan RS. Saragih koordinator PT. Nauli Sawit Suprapto menegaskan, PT. Nauli Sawit tidak illegal, sambil menunjukkan peta lahan yang dikeluarkan BPN Tap.Teng kepada anggota DPRD Sumut, “ kami akan selalu berbuat yang terbaik untuk rakyat”, tegasnya kepada wartawan.
Catt: Bendera Di Atas adalah Bendera Barus Direbut Belanda dari Barus Pada Tahun 1540. Barus saat itu berkoalisi dengan Kesultanan Aceh. Dengan sedikit modifikasi, bendera yang sama juga digunakan oleh Sisingamangaraja XII.
(SIB)
Sejak berdiri tahun 2004, PT Nauli Sawit sudah menanami lahan seluas 1.700 Ha di Kecamatan Sirandorung, 1.600 Ha di Kebun Saragih dan 200 Ha Kebun Pulo Pane Kabupaten Tapanuli Tengah. Dulunya ribuan hektare lahan adalah rawa-rawa yang dalam, hutan belantara dan sangat tidak produktif, batas-batas tidak jelas, sekarang sudah menjadi hamparan luas pohon kelapa sawit. Kehadiran PT. Nauli Sawit membawa angin perubahan, peningkatan perkapita, pengurangan pengangguran, dimana 90 % penduduk setempatlah tenaga kerja di perusahaan tersebut, serta perkembangan-perkembangan lainnya.
Siapa sangka di balik semua itu, PT Nauli Sawit menyimpan segudang masalah, bak benang kusut, basah lagi. Sudah 3 tahun berjalan, masalah tidak pernah selesai dan tidak ada yang mampu menyelesaikannya, atau memang tidak mau menyelesaikannya. Aksi demo terus menghantui perusahaan, kunjungan DPRD Propinsi ke Nauli Sawit (13/7), seperti Abdul Hasan Harahap, Ir Sahat H Situmorang, anggota DPRD Tap.Teng Ir Hermansyah Siambaton, juga tidak dapat menyelesaikan masalah. Penyampaian aspirasi oleh pengunjuk rasa berjalan aman dan tertib, aspirasi demi aspirasi oleh anggota DPRD dapat dijawab dengan baik. Anggota DPRD Propinsi Ir Sahat H Situmorang, menjawab pertanyaan wartawan, upaya apa yang harus dilakukan pemerintah daerah dalam menyelesaikan masalah ini, menganjurkan, supaya pimpinan daerah turun ke lapangan, mengundang masyarakat, duduk bersama untuk mencari jalan keluar. Ia juga mengharapkan, petugas-petugas kecamatan maupun desa, harus mempertanggung jawabkan kalau ada berspekulasi masalah lahan masyarakat.
Tim Pencari fakta yang tergabung dalam Gempar (Gerakan Penyuara Keadilan dan Kebenaran) menjelaskan kepada SIB melalui Kordinator, Edianto S di Barus (3/9), berdasarkan penemuan-penemuan di lapangan selama 3 bulan, bahwa permasalahan yang ada di Kecamatan Sirandorung adalah, pada saat pesta pembauran PT Nauli Sawit dengan Masyarakat Siambaton Napa (Kec. Andam Dewi, Sirandorung, Manduamas) banyak pemilik tanah tidak hadir (yang hadir pada pembauran lebih banyak yang tidak punya lahan), Tokoh Masyarakat Siambaton Napa yang diangkat tidak tepat, Setifikat atau surat keterangan yang dimiliki sipemilik lahan banyak yang ditarik BPN melalui kepala desa (surat kepemilikan tanah yang ada tidak berlaku lagi), dikeluarkan Surat SPHGR oleh camat dengan kepala desa (dengan alasan surat keterangan kepemilikan tanah yang ada tidak berlaku, hal ini memberi peluang besar untuk berspekulasi), sistem pembayaran yang tidak transparan (banyak potongan, ada harga lahan Rp. 35.000-700.000).
Sedangkan di Kecamatan Manduamas, permasalahan yang ada antara lain, tumpang tindihnya lahan TPT, TSM (Transmigran Mandiri) dan lahan TU (Trans Umum) di lahan yang sama, banyak juga anggota TSM tidak keluar kartu sebagai tanda kepemilikan tanah, padahal sudah memiliki sertifikat sebagai anggota trasmigran.
Salah seorang warga transmigran di Desa Sarmanauli Kecamatan Manduamas, E Sihotang kepada team mengatakan, “sertifikat tanah transmigran yang asli masih di tangannya, pihak Nauli Sawit sudah menanami lahan tersebut”. Menanggapi masalah ini, Manager PT Nauli Sawit Nanjur Pak Nasution di kantornya (24/8) mengatakan kepada team, sudah membayar semua lahan transmigran, dan dia heran kenapa masih ada sertifikat di tangan warga. Dalam hal pembayaran pihak perusahaan menyerahkannya ke Kordinator Desa (Kordes) sebagai team dalam menyelesaikan jual-beli lahan masyarakat.
Seorang tokoh masyarakat Siambaton Napa Mayor Tumanggor, kepada wartawan mengatakan, sebelum pelaksanaaan pesta pembauran, petugas kecamatan waktu itu datang membawa kertas kosong (blanko kosong) untuk ditandatangani. “Memang sempat saya pertanyakan, untuk apa blanko kosong itu saya tanda tangani. Petugas tersebut menjawab, “udalah tanda tangani saja, nanti juga tau”. Ternyata tanda tangan tersebut dipergunakan untuk membuat surat persetujuan menerima PT Nauli Sawit, mereka (Camat dan Kepdes tidak mau transparan)”, sebutnya.
Lebih lanjut, Muslim Hasugian (Wkl. DPD HPP 45), mengatakan, PT Nauli Sawit belum melaksanakan adat, karena apa yang mereka laksanakan pada pesta pembauran tidak tepat. “Kami selaku penduduk asli Siambaton Napa tidak hadir pada pesta pembauran dan kami tidak dihormati. Memang PT Nauli Sawit tidak salah, pemerintahlah yang salah, terlalu percaya pada seseorang dalam pelaksanaan, merancang pesta pembauran”, sebutnya.
Sedangkan warga Lorong SP III Kec. Sirandorung, Mas Edy menambahkan, pada saat pesta pembauran undangan tidak sampai kepada mereka, padahal lahan warga mereka yang banyak di lokasi perusahaan sekarang yaitu warga transmigran. Informasi juga didapat dari Marga Simbolon (Desa Laebingke), bahwa Surat Tanahnya waktu itu diserahkan kepada Kepala Desa Bajamas, namun sampai sekarang belum mendapatkan ganti rugi terhadap lahan saya, tegasnya.
Gempar menyampaikan, solusi terbaik menyelesaikan permasalahan lahan PT Nauli Sawit dengan masyarakat Siambaton Napa adalah, pemerintah dalam hal ini bupati, camat dan aparat-aparat desa, duduk bersama, dialog dengan masyarakat. Pemerintah harus berani turun langsung dan berjiwa besar mengakui kesalahan-kesalahannya, mencari jalan keluar serta melaksanakannya, jangan hanya berjanji dan berjanji, toh rakyat adalah keluarganya sendiri.
Hal ini juga ditambahkan Viktor Sigalingging (Ketua Parna Siambaton Napa), untuk memperbaiki semuanya, harus dilaksanakan berupa syukuran sederhana kembali, memperbaiki hubungan dengan tokoh-tokoh masyarakat yang sebenarnya, bukan yang ditokohkan. Sebagai tokoh masyarakat harus diakui masyarakat, bukan karena hubungan baik dengan bupati atau orang kaya. Sebab masalah ini harus segera diselesaikan untuk memberi kesan baik kepada insvestor, terangnya.
Menanggapi adanya gejolak dari beberapa warga Siambaton Napa, yang mengklaim tanah mereka, PT. Nauli Sawit tidak ada menyerobot atau merampas tanah warga, perusahaan memiliki bukti Surat Ganti Rugi yang sah. Kehadiran PT. Nauli Sawit adalah untuk meningkatkan tarap hidup masyarakat, tambahnya. Termasuk keberadaan PT. Nauli Sawit jelas akan meningkatkan perekonomian masyarakat dan PAD Tap.Teng. Didampingi Bapak Suprapto (Manager PT. Nauli Sawit Sirandorung), Saparuddin Matondang (Manager Kebun Saragih), dan RS. Saragih koordinator PT. Nauli Sawit Suprapto menegaskan, PT. Nauli Sawit tidak illegal, sambil menunjukkan peta lahan yang dikeluarkan BPN Tap.Teng kepada anggota DPRD Sumut, “ kami akan selalu berbuat yang terbaik untuk rakyat”, tegasnya kepada wartawan.
Catt: Bendera Di Atas adalah Bendera Barus Direbut Belanda dari Barus Pada Tahun 1540. Barus saat itu berkoalisi dengan Kesultanan Aceh. Dengan sedikit modifikasi, bendera yang sama juga digunakan oleh Sisingamangaraja XII.
loading...
No comments:
Post a Comment