Perpustakaan Abdul Wahid Hasyim yang terletak di Kompleks Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, menyimpan berbagai karya peninggalan KH M Hasyim Asy’ari. Sedikitnya, 20 kitab tulisan tangan kakek KH Abbdurrahman Wahid atau Gus Dur itu utuh dan terawat. Meskipun, perawatan kitab berusia puluhan dan ratusan tahun itu hanya sekali difumigasi.
”Memang benar, sejak didirikan pada 1974, seluruh kitab-kita tulisan tangan KH M Hasyim Asy’ari yang disimpan di perpustakaan ini baru sekali difumigasi. Waktu itu sekira 1990, kita kerja sama dengan perpustakaan nasional Jakarta. Tapi cuma sekali saja, sampai sekarang tidak ada lagi,” ujar penjaga Perpustakaan Abdul Wahid Hasyim dan perawat kitab-kitab tulisan tangan KH Hasyim Asyari, Zainul Arifin, Selasa, 7 Juni 2016.
Menurut Zainul, selama puluhan tahun, dirinya secara rutin merawat dan membersihkan kitab-kitab tulisan tangan dan peninggalan pendiri organisasi Nahdlatul Ulama tersebut. Untuk merawatnya, Zainul mengaku hanya menggunakan alat sederhana, seperti kapur barus serta merica. Sebab, pondok pesantren tidak memiliki bahan kimia yang khusus digunakan untuk merawat kitab-kitab tersebut.
”Karena ini kitab-kitab tua, maka perawatannya itu harus intensif. Kita gunakan kapur barus dan merica. Merica itu kita gerus, kemudian dimasukkan ke dalam kitab-kitab ini. Biar tidak dimakan hewan pengerat. Karena tidak ada obat yang khusus untuk perawatan,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, perawatan menggunakan kapur barus dan merica ini dilakukan hanya saat kegiatan Pondok Pesantren Tebuireng libur panjang. Biasanya saat liburan semester atau libur puasa hingga Hari Raya Lebaran. Sebab, ia juga tak ingin perawatan itu mengganggu ketenangan para santri yang berkunjung ke perpustakaan.
”Kalau perawatan menggunakan merica saat liburan panjang. Soalnya, kalau kita obati terus baunya menyengat. Sehingga waktu libur semester dan libur puasa baru kita obati,” terangnya.
Zainul memaparkan, perpustakaan Abdul Wahid Hasyim ini didirikan 1974. Semula, ratusan kitab tulisan tangan dan peninggalan KH M Hasyim Asy’ari itu hanya disimpan di dalam kamar. Tidak ada satupun sanak keluarga atau santri guru Ir Soekarno ini yang berani menyentuhnya. Jangankan menyentuh, memasuki kamar penyimpanan pun masih pikir-pikir.
”Semuanya disimpan di dalam kamar Ndalem Kasepuhan. Awalnya, tidak ada yang berani mengutak-atiknya. Akhirnya setelah mendirikan perpustakaan ini, kita-kitab itu akhirnya keluar. Yang mempelopori itu KH M Yusuf Hasyim dan Gus Dur,” paparnya. (sumber)
”Memang benar, sejak didirikan pada 1974, seluruh kitab-kita tulisan tangan KH M Hasyim Asy’ari yang disimpan di perpustakaan ini baru sekali difumigasi. Waktu itu sekira 1990, kita kerja sama dengan perpustakaan nasional Jakarta. Tapi cuma sekali saja, sampai sekarang tidak ada lagi,” ujar penjaga Perpustakaan Abdul Wahid Hasyim dan perawat kitab-kitab tulisan tangan KH Hasyim Asyari, Zainul Arifin, Selasa, 7 Juni 2016.
Menurut Zainul, selama puluhan tahun, dirinya secara rutin merawat dan membersihkan kitab-kitab tulisan tangan dan peninggalan pendiri organisasi Nahdlatul Ulama tersebut. Untuk merawatnya, Zainul mengaku hanya menggunakan alat sederhana, seperti kapur barus serta merica. Sebab, pondok pesantren tidak memiliki bahan kimia yang khusus digunakan untuk merawat kitab-kitab tersebut.
”Karena ini kitab-kitab tua, maka perawatannya itu harus intensif. Kita gunakan kapur barus dan merica. Merica itu kita gerus, kemudian dimasukkan ke dalam kitab-kitab ini. Biar tidak dimakan hewan pengerat. Karena tidak ada obat yang khusus untuk perawatan,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, perawatan menggunakan kapur barus dan merica ini dilakukan hanya saat kegiatan Pondok Pesantren Tebuireng libur panjang. Biasanya saat liburan semester atau libur puasa hingga Hari Raya Lebaran. Sebab, ia juga tak ingin perawatan itu mengganggu ketenangan para santri yang berkunjung ke perpustakaan.
”Kalau perawatan menggunakan merica saat liburan panjang. Soalnya, kalau kita obati terus baunya menyengat. Sehingga waktu libur semester dan libur puasa baru kita obati,” terangnya.
Zainul memaparkan, perpustakaan Abdul Wahid Hasyim ini didirikan 1974. Semula, ratusan kitab tulisan tangan dan peninggalan KH M Hasyim Asy’ari itu hanya disimpan di dalam kamar. Tidak ada satupun sanak keluarga atau santri guru Ir Soekarno ini yang berani menyentuhnya. Jangankan menyentuh, memasuki kamar penyimpanan pun masih pikir-pikir.
”Semuanya disimpan di dalam kamar Ndalem Kasepuhan. Awalnya, tidak ada yang berani mengutak-atiknya. Akhirnya setelah mendirikan perpustakaan ini, kita-kitab itu akhirnya keluar. Yang mempelopori itu KH M Yusuf Hasyim dan Gus Dur,” paparnya. (sumber)
loading...
No comments:
Post a Comment