Bagaimanakah bentuk mesjid yang dibangun oleh masyarakat Islam Batak di zaman baholak??? Pertanyaan itu kelihatan ringan tapi mengandung makna sejarah yang cukup dalam.
Diketahui, bahwa perkembangan Islam di suatu daerah sangat terkait dengan perkembangan arsitektur mesjid di daerah tersebut. Nah, Keunikan nusantara, termasuk Batak, adalah para pembawa agama yang datang adalah dari golongan pedagang bukan multi golongan seperti yang masuk ke India dan Asia Tengah, yang termasuk golongan pedagang, arsitek, ilmuwan dan lain sebagainya.
Menurut cerita kakek-kakek di pedalaman Batak yang sempat menyaksikan bentuk-bentuk mesjid sebelum dipugar di zaman Belanda, mesjid di pedalaman Tanah Batak terbuat dari Sopo di mana kubahnya tidak bulat seperti sekarang ini.
Mesjid tersebut jika digambar percis sama dengan mesjid ala jawa atau mesjid Pancasila ala Orde Baru. Hanya saja terbuat dari pelepah ijuk dan berlantaikan bambu. Bentuk ini diyakini diakibatkan tidak adanya kalangan pendakwah yang datang ke Tanah Batak yang juga ahli dalam arsitektur Islam.
Sehingga, para muslim Batak terpaksa berkreasi mendirikan tempat ibadah sendiri dengan hanya menekankan aspek-aspek wajib dan fardhunya saja. Tidak heran, bentuk mesjid seperti yang terdapat di Tanah Batak tersebut terdapat juga di berbagai pedalaman Minang dan Aceh pra kedatangan Belanda.
Keterisoliran muslim Batak di pedalaman selama beberapa generasi, membuat masyarakat Batak terpecah-pecah dalam berbagai faham yang kemudian munculnya aliran Parmalim yang dikenal sebagai Islam pribumi di tanah Batak.
Tidak kontinuitasnya sistem ajaran dan pendidikan membuat generasi Parmalim hanya bisa menunjukkan bentuk Islam dalam sepintas-pintas dalam ajaran teologi dan filsafatnya. Hanya saja bentuk mesjid Islam Batak tersebut tetap dilestarikan bentuknya dan diberi nama lain yakni, Balepasogit.
Diyakini, di pedalaman tanah Batak, bentuk kubah bulat mesjid baru diadaptasikan kembali setelah kedatangan Belanda yang mulai menyalurkan berbagai informasi tentang keberadaan masyarakat luar, khususnya masyarakat muslim di dunia.
Diketahui, bahwa perkembangan Islam di suatu daerah sangat terkait dengan perkembangan arsitektur mesjid di daerah tersebut. Nah, Keunikan nusantara, termasuk Batak, adalah para pembawa agama yang datang adalah dari golongan pedagang bukan multi golongan seperti yang masuk ke India dan Asia Tengah, yang termasuk golongan pedagang, arsitek, ilmuwan dan lain sebagainya.
Menurut cerita kakek-kakek di pedalaman Batak yang sempat menyaksikan bentuk-bentuk mesjid sebelum dipugar di zaman Belanda, mesjid di pedalaman Tanah Batak terbuat dari Sopo di mana kubahnya tidak bulat seperti sekarang ini.
Mesjid tersebut jika digambar percis sama dengan mesjid ala jawa atau mesjid Pancasila ala Orde Baru. Hanya saja terbuat dari pelepah ijuk dan berlantaikan bambu. Bentuk ini diyakini diakibatkan tidak adanya kalangan pendakwah yang datang ke Tanah Batak yang juga ahli dalam arsitektur Islam.
Sehingga, para muslim Batak terpaksa berkreasi mendirikan tempat ibadah sendiri dengan hanya menekankan aspek-aspek wajib dan fardhunya saja. Tidak heran, bentuk mesjid seperti yang terdapat di Tanah Batak tersebut terdapat juga di berbagai pedalaman Minang dan Aceh pra kedatangan Belanda.
Keterisoliran muslim Batak di pedalaman selama beberapa generasi, membuat masyarakat Batak terpecah-pecah dalam berbagai faham yang kemudian munculnya aliran Parmalim yang dikenal sebagai Islam pribumi di tanah Batak.
Tidak kontinuitasnya sistem ajaran dan pendidikan membuat generasi Parmalim hanya bisa menunjukkan bentuk Islam dalam sepintas-pintas dalam ajaran teologi dan filsafatnya. Hanya saja bentuk mesjid Islam Batak tersebut tetap dilestarikan bentuknya dan diberi nama lain yakni, Balepasogit.
Diyakini, di pedalaman tanah Batak, bentuk kubah bulat mesjid baru diadaptasikan kembali setelah kedatangan Belanda yang mulai menyalurkan berbagai informasi tentang keberadaan masyarakat luar, khususnya masyarakat muslim di dunia.
loading...
No comments:
Post a Comment