Rumah Makan Sipirok Makan Siang Favorit di Medan
Khaerudin
Udara panas siang hari itu terasa benar-benar menyengat. Matahari seperti tepat berada di atas Kota Medan. Perut yang sedari pagi belum sempat terisi apa pun sepertinya terus memberontak. Beruntung siang itu belum terlalu banyak pengunjung yang datang ke Rumah Makan Sipirok.
Bersama seorang teman, saya masih mendapat tempat di pojok rumah makan yang terletak di Jalan Sunggal, Medan, ini. Waktu di jam tangan masih menunjukkan pukul 11.10, yang berarti Yusniar Nasution, sang pemilik kedai, bersama suaminya, Zulfikar, baru menyiapkan menu utama di rumah makan mereka, sup tulang iga kerbau.
Saya memesan dua porsi sup plus daging bakar dan sambal teri tawar. Ketiganya merupakan menu utama di Rumah Makan Sipirok. Menu utama lainnya di tempat ini adalah sup sumsum kerbau, ikan mas asam pedas, gulai ikan sale, dan sambal pati.
Semua menu tersebut biasa dihidangkan dengan berbagai macam sayuran khas Sipirok, sebuah daerah dataran tinggi di Tapanuli Selatan, seperti tumis bunga pepaya, daun ubi tumbuk, dan rebusan daun ubi.
Menikmati sup tulang iga kerbau di Rumah Makan Sipirok akan bertambah nikmat sambil sesekali menyantap daging bakar berupa potongan kecil daging sapi yang dibakar lalu dikukus dan dimakan bersama saus berupa sambal asam. Agar lembut, dagingnya dipilih hanya daging has atau daging bagian di antara pinggul sapi dan pahanya.
Potongan kecil daging bakar ini disajikan dengan taburan saus sambal asam. Sambal asam ini juga khas Sipirok. Dibuat dari cabai merah mentah yang digiling halus dan dicampur perasaan jeruk nipis serta rajangan bawang merah.
"Rata-rata orang Tapanuli Selatan suka sambal asam, hanya penyajiannya berbeda-beda," ujar Zulfikar.
Hanya makan siang
Belum lama kami menyantap sup tulang iga kerbau dan daging bakar, pengunjung mulai ramai berdatangan. Beberapa di antara mereka membawa rantang dan alat makan sendiri untuk dibawa ke tempat kerja mereka.
Sembilan meja, termasuk dua meja panjang, di ruang berukuran 6 x 7 meter terisi penuh. Tak jarang ada pengunjung rela antre berdiri menunggu pengunjung sebelumnya selesai makan. "Kami mohon maaf jika belum bisa menyediakan tempat layak," ujar Zulfikar.
Untuk menjaga cita rasa dan aroma masakan, hanya Yusniar langsung yang menangani semua masakan yang disajikan. Mulai dari mengiris bawang merah hingga memasak semua menu.
"Karena itulah kami hanya bisa menyediakan menu makan siang. Kasihan istri saya kalau rumah makan ini buka dari pagi sampai malam. Makanya kalau istri sakit, terpaksa rumah makan kami tutup," ujar Zulfikar.
Keahlian Yusniar meracik resep makanan khas Sipirok berasal dari almarhum kedua orangtuanya yang pemilik Rumah Makan Siang Malam di Sipirok. Hampir setiap pejabat asal Tapanuli Selatan yang bertugas di Medan atau Jakarta pasti mengenal Rumah Makan Siang Malam di Sipirok ini.
Andaliman
Bila kurang suka dengan sup tulang iga, pengunjung bisa memesan gulai ikan sale atau ikan mas asam pedas. Sipirok yang terletak di tengah antara Tapanuli Selatan dan Tapanuli Utara seperti ditakdirkan memiliki menu makanan yang terpengaruh dua daerah tersebut.
Jika Tapanuli Selatan yang agak berdekatan dengan Sumatera Barat lebih senang dengan masakan bersantan kental, maka Tapanuli Utara seleranya justru agak kering. Dan Sipirok berada di tengah-tengah di antara dua daerah itu.
Untuk gulai ikan sale, misalnya, menurut Yusniar, dia tidak membuat kuah terlalu kental. Sedangkan untuk ikan mas asam pedas, Yusniar masih tetap memakai andaliman, rempah khas Batak yang rasanya getir, meski jumlahnya tak terlalu banyak.
Ini berbeda dengan menu ikan mas yang disajikan di Tapanuli Utara yang banyak memakai andaliman. "Makanya saya suka bilang orang Batak lidahnya tebal karena tahan makan andaliman banyak-banyak," tutur Yusniar.
Sebenarnya ada menu lain yang juga disajikan di Rumah Makan Sipirok, yakni sambal tuktuk, namun tak setiap waktu pengunjung bisa menikmati sambal terkenal khas Sipirok ini. Sambal tuktuk terbuat dari cabai merah yang ditumbuk dengan ikan gedapang, jenis ikan air tawar di sungai-sungai Tapanuli Selatan.
Sebelum ditumbuk, ikan gedapang ini dibakar atau dipanggang. Setelah kering, daging ikan dipisahkan dari durinya. Daging ikan yang kering ini kemudian ditumbuk bersama cabai merah dan diberi perasan jeruk nipis. Biasanya sambal tuktuk ini dimakan bersama lalapan seperti daun ubi.
"Menu ini jarang disajikan karena ikannya sulit didapat di Medan. Paling dalam setahun kami cuma bisa dua kali mendapat ikan gedapang. Sambal ini baunya menyengat, tetapi rasanya luar biasa enak," kata Zulfikar.
Pasangan suami-istri ini baru tiga tahun membuka rumah makan mereka. "Tepatnya akhir tahun 2002, tetapi ramainya baru sekitar tahun 2003. Istri saya dulu bilang, kalau mau buka rumah makan seperti di kampung, saya harus tahan capai. Dan ternyata betul, capainya luar biasa. Terutama istri saya yang harus bertanggung jawab terhadap semua urusan dapur," kata Zulfikar yang tiap hari menyediakan 40 kilogram iga.
Soal harga makanan, Zulfikar tak mau kaku. Untuk satu menu lengkap seperti sup tulang iga, ikan bakar, sambal teri tawar, plus es teh manis, pengunjung cukup membayar Rp 20.000. Gulai ikan sale satu porsi dihargai Rp 7.000, sementara untuk satu porsi ikan mas pengunjung cukup membayar Rp 6.000. Tetapi, bila uang yang ada Rp 15.000 pun Zulfikar tetap menyediakan nasi, sup, dan teh manis.
Meski punya banyak pelanggan, tempat itu bertahan hanya menyediakan makan siang. Rumah Makan Sipirok mulai buka sejak pukul 09.00, tetapi baru lengkap menunya sekitar pukul 11.00. Hari-hari biasa warung tutup pukul 15.30, sementara hari Sabtu dan Minggu tutup sekitar pukul 16.00.
Lalu, jangan berharap Rumah Makan Sipirok buka saat bulan puasa. "Kami biasa tutup sampai 40 hari," ujar Yusniar.
Khaerudin
Udara panas siang hari itu terasa benar-benar menyengat. Matahari seperti tepat berada di atas Kota Medan. Perut yang sedari pagi belum sempat terisi apa pun sepertinya terus memberontak. Beruntung siang itu belum terlalu banyak pengunjung yang datang ke Rumah Makan Sipirok.
Bersama seorang teman, saya masih mendapat tempat di pojok rumah makan yang terletak di Jalan Sunggal, Medan, ini. Waktu di jam tangan masih menunjukkan pukul 11.10, yang berarti Yusniar Nasution, sang pemilik kedai, bersama suaminya, Zulfikar, baru menyiapkan menu utama di rumah makan mereka, sup tulang iga kerbau.
Saya memesan dua porsi sup plus daging bakar dan sambal teri tawar. Ketiganya merupakan menu utama di Rumah Makan Sipirok. Menu utama lainnya di tempat ini adalah sup sumsum kerbau, ikan mas asam pedas, gulai ikan sale, dan sambal pati.
Semua menu tersebut biasa dihidangkan dengan berbagai macam sayuran khas Sipirok, sebuah daerah dataran tinggi di Tapanuli Selatan, seperti tumis bunga pepaya, daun ubi tumbuk, dan rebusan daun ubi.
Menikmati sup tulang iga kerbau di Rumah Makan Sipirok akan bertambah nikmat sambil sesekali menyantap daging bakar berupa potongan kecil daging sapi yang dibakar lalu dikukus dan dimakan bersama saus berupa sambal asam. Agar lembut, dagingnya dipilih hanya daging has atau daging bagian di antara pinggul sapi dan pahanya.
Potongan kecil daging bakar ini disajikan dengan taburan saus sambal asam. Sambal asam ini juga khas Sipirok. Dibuat dari cabai merah mentah yang digiling halus dan dicampur perasaan jeruk nipis serta rajangan bawang merah.
"Rata-rata orang Tapanuli Selatan suka sambal asam, hanya penyajiannya berbeda-beda," ujar Zulfikar.
Hanya makan siang
Belum lama kami menyantap sup tulang iga kerbau dan daging bakar, pengunjung mulai ramai berdatangan. Beberapa di antara mereka membawa rantang dan alat makan sendiri untuk dibawa ke tempat kerja mereka.
Sembilan meja, termasuk dua meja panjang, di ruang berukuran 6 x 7 meter terisi penuh. Tak jarang ada pengunjung rela antre berdiri menunggu pengunjung sebelumnya selesai makan. "Kami mohon maaf jika belum bisa menyediakan tempat layak," ujar Zulfikar.
Untuk menjaga cita rasa dan aroma masakan, hanya Yusniar langsung yang menangani semua masakan yang disajikan. Mulai dari mengiris bawang merah hingga memasak semua menu.
"Karena itulah kami hanya bisa menyediakan menu makan siang. Kasihan istri saya kalau rumah makan ini buka dari pagi sampai malam. Makanya kalau istri sakit, terpaksa rumah makan kami tutup," ujar Zulfikar.
Keahlian Yusniar meracik resep makanan khas Sipirok berasal dari almarhum kedua orangtuanya yang pemilik Rumah Makan Siang Malam di Sipirok. Hampir setiap pejabat asal Tapanuli Selatan yang bertugas di Medan atau Jakarta pasti mengenal Rumah Makan Siang Malam di Sipirok ini.
Andaliman
Bila kurang suka dengan sup tulang iga, pengunjung bisa memesan gulai ikan sale atau ikan mas asam pedas. Sipirok yang terletak di tengah antara Tapanuli Selatan dan Tapanuli Utara seperti ditakdirkan memiliki menu makanan yang terpengaruh dua daerah tersebut.
Jika Tapanuli Selatan yang agak berdekatan dengan Sumatera Barat lebih senang dengan masakan bersantan kental, maka Tapanuli Utara seleranya justru agak kering. Dan Sipirok berada di tengah-tengah di antara dua daerah itu.
Untuk gulai ikan sale, misalnya, menurut Yusniar, dia tidak membuat kuah terlalu kental. Sedangkan untuk ikan mas asam pedas, Yusniar masih tetap memakai andaliman, rempah khas Batak yang rasanya getir, meski jumlahnya tak terlalu banyak.
Ini berbeda dengan menu ikan mas yang disajikan di Tapanuli Utara yang banyak memakai andaliman. "Makanya saya suka bilang orang Batak lidahnya tebal karena tahan makan andaliman banyak-banyak," tutur Yusniar.
Sebenarnya ada menu lain yang juga disajikan di Rumah Makan Sipirok, yakni sambal tuktuk, namun tak setiap waktu pengunjung bisa menikmati sambal terkenal khas Sipirok ini. Sambal tuktuk terbuat dari cabai merah yang ditumbuk dengan ikan gedapang, jenis ikan air tawar di sungai-sungai Tapanuli Selatan.
Sebelum ditumbuk, ikan gedapang ini dibakar atau dipanggang. Setelah kering, daging ikan dipisahkan dari durinya. Daging ikan yang kering ini kemudian ditumbuk bersama cabai merah dan diberi perasan jeruk nipis. Biasanya sambal tuktuk ini dimakan bersama lalapan seperti daun ubi.
"Menu ini jarang disajikan karena ikannya sulit didapat di Medan. Paling dalam setahun kami cuma bisa dua kali mendapat ikan gedapang. Sambal ini baunya menyengat, tetapi rasanya luar biasa enak," kata Zulfikar.
Pasangan suami-istri ini baru tiga tahun membuka rumah makan mereka. "Tepatnya akhir tahun 2002, tetapi ramainya baru sekitar tahun 2003. Istri saya dulu bilang, kalau mau buka rumah makan seperti di kampung, saya harus tahan capai. Dan ternyata betul, capainya luar biasa. Terutama istri saya yang harus bertanggung jawab terhadap semua urusan dapur," kata Zulfikar yang tiap hari menyediakan 40 kilogram iga.
Soal harga makanan, Zulfikar tak mau kaku. Untuk satu menu lengkap seperti sup tulang iga, ikan bakar, sambal teri tawar, plus es teh manis, pengunjung cukup membayar Rp 20.000. Gulai ikan sale satu porsi dihargai Rp 7.000, sementara untuk satu porsi ikan mas pengunjung cukup membayar Rp 6.000. Tetapi, bila uang yang ada Rp 15.000 pun Zulfikar tetap menyediakan nasi, sup, dan teh manis.
Meski punya banyak pelanggan, tempat itu bertahan hanya menyediakan makan siang. Rumah Makan Sipirok mulai buka sejak pukul 09.00, tetapi baru lengkap menunya sekitar pukul 11.00. Hari-hari biasa warung tutup pukul 15.30, sementara hari Sabtu dan Minggu tutup sekitar pukul 16.00.
Lalu, jangan berharap Rumah Makan Sipirok buka saat bulan puasa. "Kami biasa tutup sampai 40 hari," ujar Yusniar.
loading...
No comments:
Post a Comment